‘Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu.’ (Q.S. an-Nisa:59)
‘Orang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya.’ (H.R. At Thabrani)
Bahwa seorang mukmin dapat mengenali kekurangannya dari mukmin lainnya, sehingga ia laksana cermin bagi dirinya.
Islam juga menganjurkan dan mengajak penganutnya agar sebagian mereka mencintai sebagian yang lain, dimana diantaranya engkau berharap agar saudaramu masuk Surga dan dijauhkan dari api Neraka. Tak sebatas mengharap, namun berupaya keras dan maksimal menyediakan berbagai sarana dari hal-hal yang membahayakan dan merugikannya, di dunia maupun di akhirat kelak.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala, dalam Q.S. Al Ahzab : 59 berfirman :
‘Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.’
‘Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’ (Q.S. An Nur : 31)
Dalam perjalanan hidup saya, saya mendapati beberapa alasan yang senantiasa terulang ketika ajakan untuk berhijab dikumandangkan. Oleh karenanya, semoga risalah ini dapat bermanfa’at bagi saudariku sekalian, dan memperteguh mereka yang masih ragu-ragu dalam menunaikan kewajiban utama muslimah ini. Alasan-alasan yang sering saya temui antara lain :
1. Tubuh ini adalah ciptaan Allah, dan keindahannya bukan untuk ditutupi, melainkan diperlihatkan.
Saudariku, begitu banyak nikmat yang diberikan Allah kepada kita, baik yang kita tidak sadari hingga yang terlihat di depan mata kita. Cara mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah SWT, yang menciptakan diri kita adalah dengan beribadah menurut tuntunanNya, dan memasrahkan diri sepenuhnya kepada segala ketentuan dan aturanNya. Karena ketidakpatuhan kita akan menjebak kita ke dalam perangkap penolakan/pembangkangan atas Rabb kita.
Berfirman Allah SWT dalam Q.S Al Baqarah : 216,
‘Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.’
Pernahkah kita bayangkan manakala Allah mencabut nikmat kecantikan yang dititipkan kepada kita? Pernahkah kita sadari bahwa kecantikan itu adalah ujian dari Allah, sejauh mana ia bersyukur atas kecantikannya itu? Pernahkan kita renungi manakala Allah meminta pertanggungjawaban dari nikmat kecantikan yang telah dianugerahkanNya, sementara kita menggunakannya tidak berlandaskan syari’at Allah?
Dan jika engkau menjawab, ‘Kecantikah itu untuk diperlihatkan, bukan untuk ditutupi, maka kembali kita perlu bertanya :
*
Relakah engkau kecantikanmu dinikmati oleh orang yang dekat dan yang jauh darimu?
*
Relakah engkau menjadi objek yang dilihat, bagi semua orang, yang jahat maupun yang terhormat?
* Bagaimana engkau bisa menyelamatkan dirimu dari mata para pria?
*
Maukah kamu jika dirimu dihargai serendah itu, sementara engkau bisa menjadi seorang wanita yang mulia di mata Allah SWT?
2. Aku takut dijauhi teman-teman, dikeluarkan dari kerjaan (kehilangan mata pencaharian), dan mendapat posisi yang rendah.
Saudariku, rizki ada di tangan Allah. Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini telah diberikan kadar rizkinya, tinggal apakah kita mau menjemputnya ataukah tidak.
Telah banyak terjadi di sekitar kita cerita-cerita nyata kegigihan mereka pada prinsipnya, yang seharusnya semakin memperkuat keyakinan kita semua, bahwa rizki bukan ditangan manajemen kantor, namun berada di tangan Allah. Kekayaan yang kita miliki hari ini, kemuliaan di hadapan manusia yang kita rasakan dapat dengan hilang dengan amat segera, manakala Allah mencabutnya.
Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Ali ‘Imran : 26,
‘Katakanlah: ‘Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.’
Dan ingatlah bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan hambaNya yang berusaha bertaqwa dan istiqomah berpegang teguh memperjuangkan prinsip keislamannya. Ingatlah firman Allah SWT dalam Q.S. Ali ‘Imran : 195
‘Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.’
Dalam ayat lain, Allah melanjutkan,
‘Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al Kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) karena sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan perbaikan.’ (Q.S. Al A’raaf : 170)
‘Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.’ (Q.S. Hud : 115)
Adapun ketakutan dijauhi teman-teman, adalah ketakutan yang seharusnya tidak terjadi. Karena seorang mukmin seharusnya menjadi tenang dan tentram dengan Allah bersamanya. Tidak ada lagi yang dia dambakan kecuali kedekatan dan kecintaan Allah padanya.
3. Saya senantiasa menjaga amalan ibadah saya yang lain kok, kecuali hijab, saya belum mampu untuk memakainya.
Saudariku, kalau memang Anda sudah melakukan amalan-amalan terpuji, yang berpangkal dari iman, dan kepatuhan pada perintah Allah, serta takut siksaanNya jika meninggalkan kewajiban itu, mengapa Anda beriman kepada sebagian dan tidak beriman kepada sebagian yang lain, padahal sumber perintah itu hanya satu?
Sebagaimana shalat yang selalu Anda jaga adalah sebuah kewajiban, maka hijab pun demikian. Kewajiban mengenakan hijab tidak diragukan dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqarah:85 ketika mencerca Bani Israil :
‘Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tidaklah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian melainkan kehinaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang amat pedih. Allah tidak lengah atas apa yang kamu perbuat’.
Padahal …………… digambarkan oleh Rasulullah SAW,
‘Sesungguhnya penghuni Neraka yang paling ringan adzabnya pada hari Kiamat adalah orang yang diletakkan kedua telapak kakinya dua bara api, dari dua bara api ini otaknya mendidih, sebagaimana periuk yang mendidih dalam bejana besar yang dipanggang dalam kobaran api.’ (H.R. Bukhari)
Jika seperti itu adzab yang paling ringan di hari Kiamat, maka bagaimana adzab bagi orang yang diancam Allah dengan adzab yang pedih, sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas, yang beriman kepada sebagian, dan meninggalkan sebagian yang lain?
4. Saya belum siap berperilaku dan berakhlak sebagaimana muslimah yang berjilbab. Yang berjilbab saja perilakunya tidak sesuai dengan jilbabnya.
Saudariku, kewajiban harus diutamakan diatas segalanya.
Berfirman Allah SWT, dalam kumpulan kalam Ilahinya, Q.S. Al Baqarah : 208,
‘Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.’
Tunaikanlah kewajibanmu dahulu kepada Penciptamu, dan kemudian secara perlahan memperbaiki segala akhlak buruk yang masih sulit engkau tinggalkan. Apakah engkau tidak sadar, dengan semakin lamanya engkau tunda berhijab, maka sedemikian menumpuklah dosa besar yang terus menggunung, yang harus dibalas dengan siksaan Allah, kuatkah engkau menjalaninya? Dosa yang terus mengalir dari hari ke hari, semakin memperberat timbangan dosa kita. Segeralah kita menuju jalan Allah.
Sementara bagi mereka yang telah berhijab, namun perilakunya tidak sesuai dengan hijabnya, maka berprasangka baiklah, bahwa minimal ia telah menunaikan tugasnya sebagai hamba Allah, dalam hal menutup auratnya, sedangkan engkau masih enggan menjalaninya. Adapun sifat kurang baiknya adalah tugas kita bersama untuk memperbaikinya, dengan nasihat-nasihat yang baik, dan ikhlas, karena boleh jadi ia belum mengetahui ilmunya, sementara ia baru mendapatkan ilmu wajibnya berhijab, dan ia segera menunaikannya.
Adapun kesiapan diri, maka sifatnya amatlah abstrak. Tidak ada parameter pasti yang mampu mengukur tingkat kesiapan seseorang, kecuali kalimat Sami’na wa Atho’na, sebagai implementasi Laa Ilaaha Illa Allah (Tidak ada yang lebih aku cintai kecuali Allah semata, hidupku hanyalah untuk Allah, Yang Menciptakanku, dan kepadaNya kelak aku akan kembali.
Saudariku, harus bisa kita bedakan antara perintah manusia dan perintah Tuhan. Perintah manusia bisa salah dan benar. Imam Malik r.a. pernah berkata, ‘Setiap orang bisa diterima ucapannya dan juga bisa ditolak, kecuali (perkataan) orang yang ada di dalam kuburan ini (Rasulullah)’.
Jika perintah itu datang dari Allah di dalam kitabNya, atau melalui NabiNya, maka tidak ada bagi manusia untuk mengatakan ’saya belum mantap’, padahal Dia Maha Mengetahui bahwa perintah itu untuk kebaikan kita, dan salah satu sebab tercapainya kebahagiaan kita.
Padahal Allah menyukai orang-orang yang berkata, ‘Sami’na wa atho’na, ghufronaka rabbanaa wa ilaykal mashiir (Q.S. Al Baqarah:285)’, (Kami dengar dan kami segera ta’at, ampuni kami ya Allah, kepadaMulah tempat kembali kami), dan padahal Allah membenci orang-orang yang berkata, ‘Sami’na wa ‘ashoina (Q.S. Al Baqarah:93/Q.S. Annisa:46)’, (Kami dengar tapi kami tidak mena’atinya).
Alangkah hinanya kita ketika kita tidak menuruti keinginan Yang Menciptakan kita. Sementara ucapan ‘Aku belum mantap’ adalah ucapan yang berbahaya, karena bermakna ia meragukan kebenaran perintah tersebut, dan bermakna ia tidak mencintai Penciptanya, Rabbul ‘Alamin.
Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Al Ahzab : 36 :
‘Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi wanita mukminah, apabila Allah dan RasulNya telah menerapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.’
Begitu kerasnya Allah berfirman dalam ayat diatas, apakah kita tidak takut dimasukkan Allah dalam golongan orang-orang yang sesat?
5. Saya belum dapat hidayah. Do’akanlah aku agar segera mendapat hidayah.
Saudariku, hidayah tidak datang dengan sendirinya. Hidayah membutuhkan pencaharian. Dan bagaimanakah engkau mengetahui bahwa Allah belum memberimu hidayah? Apakah engkau mengetahui sesuatu yang ghaib yang ada dalam kitab yang tersembunyi (Al Lauh Al Mahfuzh), ataukah engkau mendapatkan bisikan dari golongan jin atau manusia?
Telah berfirman Allah SWT dalam Q.S. Muhammad:17,
‘Dan orang-orang yang meminta petunjuk, Allah (akan) menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya.’
Ingatlah bahwa dalam hidayah, terdapat campur tangan dan usaha manusia, maka ikutilah petunjuk Allah agar engkau semakin dekat dengan hidayah Allah. Carilah sebab-sebab untuk mendapatkannya.
Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Ar Ra’d:11,
‘Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.’
Fahamilah sunnatullah.
Wahai saudariku, berusahalah mendapatkan sebab-sebab hidayah, niscaya akan engkau dapatkan dengan izin Allah. Banyaklah berdo’a kepada Allah, pilihlah teman yang shalihah, banyaklah membaca, pelajari dan renungilah Kitab Allah, ikutilah majelis-majelis dzikir dan ceramah-ceramah agama, dengarkanlah kaset-kaset pengajian, dan bacalah buku-buku tentang keimanan. Di sisi lain, hendaklah engkau terlebih dahulu meninggalkan hal-hal yang bisa menjauhkan dirimu dari datangnya hidayah, seperti teman yang tidak baik, bacaan-bacaan yang tidak bermanfa’at, tayangan-tayangan televisi yang buruk, dan hal-hal lainnya.
6. Insha Allah saya akan berhijab setelah menikah kelak.
Saudariku, bagaimana mungkin engkau dapat memastikan sesuatu yang engkau pun belum yakin apakah usiamu sampai hingga menikah kelak ataukah tidak. Bagaimanakah jika engkau telah dipanggil Allah dalam keadaan belum berhijab? Tidakkah engkau takut mati dalam keadaan masih tidak beriman pada sebuah kewajiban Allah yang amat mendasar bagi seorang muslimah?
Bagaimana ketika hari ini kita telah berniat berbuat sebuah kebaikan yang kita telah tahu ilmunya, namun kita tunda karena beberapa alasan, namun ternyata di kemudian hari, usia kita tidak sampai merealisasikannya, karena Allah telah mencabut nyawa kita, maka bagaimana kita mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak? Kenapa kita menundanya? Kemana usia kita kita gunakan di dunia? Sejauh mana cinta kita pada Allah dan RasulNya?
Saudariku, kematian tidak hanya mengetuk pintu orang yang sakit, tidak pula orang yang lanjut usia saja, tetapi juga orang-orang yang sehat wal afiat, orang dewasa, pemudi, bahwa sampai bayi yang masih menyusu pada ibunya. Banyak contoh yang dapat kita ambil dari kejadian di sekitar kita.
Dalam Kitaabun Nikah, Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits Rasulullaah SAW,
‘Wanita itu dinikahi karena empat hal. Yaitu karena harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang berpegang teguh dengan agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu berlumur debu.’
Wanita yang shalihah untuk pria yang shalihah.
Boleh jadi, wanita yang terbiasa memperlihatkan kecantikan tubuhnya — yang dimaksudkan untuk menawan hati pria — malah membuat para pemuda enggan menikahinya, karena beranggapan, jika wanita tersebut berani melanggar salah satu perintah Allah, yaitu hijab, tidak menutup kemungkinan dia akan berani melanggar perintah-perintah yang lain. Karena syaithan memiliki banyak langkah.
7. Sesungguhnya iman itu ada di hati, dan juga Allah Maha Tahu kalaupun nanti saya telah berniat untuk berhijab.
Saudariku, benar yang telah engkau katakan bahwa iman berada di dalam hati, sebagaimana sabda Rasulullaah SAW, ‘Taqwa itu ada disini, seraya menunjuk ke arah dadanya.’ (H.R. Muslim)
Namun jangan sampai salah dalam mengartikan hadits di atas. Penulis kitab Nuzhatul Muttaqin berkata, ‘Hadits ini menunjukkan pahala amal tergantung keikhlasan hati, kelurusan niat, perhatian terhadap situasi hati, kebenaran tujuan, dan kebersihan hati dari segala sifat tercela yang dimurkai Allah.’
Bahwa Rasulullah SAW tidak memaksudkan bahwa iman tidak akan sempurna kecuali hanya di dalam hati saja, tetapi amal perbuatan tetap harus diperlihatkan kepada Allah, sementara hati adalah benteng terakhir selamatnya perbuatan kita.
Bahwa telah sepakat jumhur ulama bahwa, ‘Keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan, dan pelaksanaan dengan anggota badan.’
Dan akan lebih jelas lagi ketika kita menemukan firman Allah dalam Q.S. al-Ankabut:1-3,
‘Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta.’
8. Saya sangat ingin berhijab, tapi suami saya lebih suka dengan keindahan rambut saya ketika tidak berhijab, lebih cantik katanya.
Saudariku, ketaatan kepada Allah harus didahulukan daripada ketaatan kepada makhluk, siapapun dia. Setelah ketaatan kepada Allah, kedua orang tua lebih berhak untuk ditaati dari yang lainnya, selama itu bukan dalam kemaksiatan.
Bersabda Rasulullah SAW,
‘Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam kebaikan.’ (H.R. Bukhari dan Muslim)
‘Dan tidak boleh taat kepada makhluk dengan mendurhakai (bermaksiat) kepada al-Khaliq.’ (H.R. Ahmad)
Harus disadari bahwa halangan yang dihadapi merupakan ujian bagi setiap hamba, karena memang meraih Surga tidaklah semudah meraih Neraka.
Bagi sang suami, harus ada seseorang yang mampu menasihatinya agar bertaqwa kepada Allah dalam urusan keluarganya. Dan hendaknya ia bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kepadanya isteri yang ingin menerapkan salah satu perintah Allah, yakni memakai pakaian sesuai ketentuan syari’at, sehingga menjaga keselamatan dirinya dari fitnah. Dan mengingatkan dia sebuah kalam Ilahi dalam Q.S. At Tahrim:6, ‘Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari Api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.’
Ayat diatas mendapat penegasan pula dari Rasulullah SAW, dalam haditsnya,
‘Seseorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.’ (H.R. Bukhari)
Sehingga patutkan bagi seorang suami untuk memaksakan kehendaknya agar sang isteri tidak menutup auratnya dengan sempurna sebagaimana mestinya?
Adapun bagi isteri, tetaplah untuk tidak menaati suami dalam kemaksiatan terhadap Allah, sampai kapanpun. Dan dalam tataran teknis, perhatikanlah adab sopan santun dan cara-cara yang hikmah dalam menyampaikannya kepada suami, bisa secara mesra, dan lemah lembut, dan tidak menggunakan kalimat-kalimat yang memancing emosi ataupun amarah, dan terkesan menggurui. Dan tetaplah tabah dan sabar menghadapi celaan, ejekan, dan hinaan, dan tidak boleh menyebabkan hubungan dengan suami menjadi retak. Hendaklah selalu meminta pertolongan Allah agar diberi keteguhan dalam prinsip, kemudahan dan jalan keluar dari kesulitan ini, kemudian meminta pertolongan sanak kerabat, dan kawan-kawan dekat suami. Senantiasalah membalas segala keburukan dengan kebaikan, dan pilihlah saat-saat yang tepat untuk dialog, dan sadarilah sekali lagi bahwa jalan ke Surga memang penuh dengan onak dan duri, dan tidak akan diberikan Allah kecuali setelah melewati kepayahan, kerja keras, dan tabah menanggung segala rintangan dan hambatan di jalan Allah.
9. Kata orang tua saya, tidak berhijab lebih baik. Dan saya yakin orang tua selalu menginginkan yang terbaik buat anaknya.
Saudariku, benar bahwa orang tua pasti selalu menginginkan yang terbaik buat anak puterinya. Namun, harus kita fahami, bahwa orang tua kita berpendapat akan sesuatu amat dilandasi oleh pemahamannya. Terkait masalah jilbab, amat boleh jadi, orang tua kita belum mendapatkan ilmunya, sejak kecilnya. Maka tugas kitalah secara perlahan-lahan menyadarkan orang tua kita, dan melakukan lobi-lobi internal, agar akhirnya menjadikan orang tua kita pendukung sejati niat kita untuk berhijab, dan bahkan mengikuti anaknya dalam berhijab. Subhanallah.
Nabi kita, Rasulullah SAW pernah bersabda,
‘Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan ditanya tentang yang dipimpinnya ….’ (H.R. Bukhari)
Seorang ayah adalah pemimpin dalam rumah tangga, dan akan ditanya Allah di hari Kiamat tentang orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya. Hendaknya seorang ayah bertanya pada dirinya sendiri :
- Berapa banyak pemuda yang telah tergoda oleh puterinya?
- Seberapa jauh puterinya telah menyebabkan penyimpangan para pemuda?
- Berapa banyak hinaan yang dilontarkan para pemuda kepadanya?
Semoga Allah senantiasa mengisi hati kita dengan cahayaNya yang tidak pernah padam, dan memenangkan kita dalam pertarungan kita melawan kejahatan syaithan, jin, dan manusia. Memerdekakan diri kita dari tawanan hawa nafsu, menuju alam kebebasan, kemuliaan, kehormatan, dan ketenangan, dan alam kesucian.
10. Hijab hanyalah kebudayaan orang Arab, dan hijab tidak sesuai dengan mode masa kini.
Saudariku, memang benar bahwa kebanyakan budak wanita di masa Rasulullah tidak berhijab, dan sebagian dari hartawan di kalangan wanita mengenakan hijab. Tapi kita harus fahami sebuah kejadian menarik di Madinah ketika Surah Al Ahzab:59 diturunkan, dimana terjadi Peristiwa yang amat menghebohkan di Madinah. Kedua setelah MIRAS. Apakah itu? Bagaimana 10 tahun awal da’wah Rasulullaah di Makkah Al Mukarramah tidak pernah menyinggung masalah syari’at. Beliau hanya menekankan pada masalah tauhid dan aqidah. Karena memperkuat penyerahan diri manusia atas Penciptanya adalah yang paling utama.
Membina keikhlasan dan kesungguhan (mujahadah) dalam mengusung kalimat ‘Laa ilaaha illallaah wa Muhammad Rasul Allah’ adalah sebuah keniscayaan. Sehingga kita lihat bersama, bagaimana setelah keimanan umat Islam di Madinah telah begitu kokohnya, dan begitu pasrahnya mereka akan aturan Allah, dan begitu cintanya mereka pada Rasul Allah, ketika turun ayat Al Qur’an yang memerintahkan kaum wanita untuk mengenakan kerudung hingga ke dadanya, dan tidak memperlihatkan auratnya kepada laki-laki, pamannya, dll, (sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an), dan ketika berita ini sampai ke telinga mereka, maka prinsip mereka hanya satu, yakni SAMI’NA wa ATHO’NA, kami dengar dan kami segera ta’at.
Seluruh pasar-pasar di madinah, seluruh tempat-tempat di madinah menjadi riuh, karena para wanitanya yang saat itu sebagian besar tidak berkerudung, berlari ke sana kemari mencari segala sesuatu yang bisa menutupi rambut mereka, seperti goni, gorden rumah, dll. Subhanallaah, begitulah kita lihat bersama bagaimana mereka benar-benar hanya mengharapkan kebaikan di akhirat yang kekal abadi saja.
Dan ingatlah bahwa ayat itu tidak diturunkan khusus untuk orang Arab, tapi kalimatnya ditujukan untuk seluruh wanita-wanita mukmin, wanita-wanita yang benar-benar beriman kepada Penciptanya.
Saudariku sekalian, demikian 10 Jawaban yang saya susun, tiada lain kecuali berharap mengetuk pintu kesadaran saudariku sekalian untuk kembali kepada tuntunan suci Al Qur’an dan As Sunnah, agar jalan hidup kita menjadi lurus, dan mendapatkan kebaikan hidup baik di dunia maupun kehidupan akhirat kelak yang tidak memiliki batasan akhir kehidupan (kekal abadi). Apakah kita kekal dalam kebahagiaan, atau kekal dalam siksanya Allah, seluruhnya terpulang pada diri kita masing-masing. Tidak ada seorangpun yang berhak memaksa orang lain untuk berpaling dari keyakinannya, hanya kewajiban menyeru ke jalan Allah lah yang wajib ditunaikan.
Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqarah : 272,
‘Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya’.
Oleh karenanya, janganlah kita termasuk kepada golongan orang-orang yang mengunci mati hati mereka dari datangnya petunjuk, menutup rapat-rapat telinga kita, sehingga hidayah semakin jauh dari kita. Bersegeralah menuju ridhonya Allah, di hari-hari hidup kita yang masih tersisa ini.
Allaahu a’lam, waliyyut taufiiq.
Maraaji’
- Al Qur’an
- As Sunnah
- Ila ukhti ghairil muhajjabah, mal maani’ minal hijab?, Abdul Hamid Al Bilaly
yang merah itu saga
yang kurik itu kendi
hijab itu penjaga
jadi mahkota serikandi..
No comments:
Post a Comment